Interested in what we do?
Let’s have a talk, and see how together we can take your brand to the next level.
Pernah kan diskusi dengan vendor soal cara mobile app development yang paling sesuai buat kebutuhan bisnis Anda? Si vendor mungkin akan bilang “kita develop app-nya secara native ya karena blablabla,” atau belakangan kemungkinan besar banyak juga yang nyebut “kita pakai react native aja supaya blablabla.” Hmm, namanya mirip sih, tapi apa ya bedanya?
Saat meeting, vendor mungkin bakal ngejelasin secara sederhana dan singkat soal keduanya buat mempermudah brainstorming dan ngambil keputusan. Tapi coba sekarang kita lihat sedikit lebih jauh ya, supaya nanti di meeting berikutnya (mudah-mudahan sih sama Definite xixi) Anda bisa punya gambaran dan bisa lebih hemat waktu saat ngambil keputusan.
Nah, berhubung saya adalah content writer yang cuma ahli dalam SPOK aja, saya juga nggak terlalu paham dan sama penasarannya dengan Anda tentang dua hal yang lagi kita bahas ini. Kalau ditanya soal grammar, gaya penulisan, atau KBBI sih saya masih bisa fasih untuk jelasin 😎. Tapi untuk hal ini, kayaknya saya harus manggil mobile app developernya Definite, Asadurrohman Ayub alias Asad, buat bantu jelasin soal topik yang lumayan nerdy ini. (No offense to nerdy people, saya pun seorang nerd. Cuma daripada sama tukang ketik, lebih baik ngobrol langsung sama yang sehari-hari berkecimpung di dunia mobile app development aja ya kan, supaya lebih kredibel).
Ketika diminta jelasin apa itu native dan react native, Mas Asad pertama-tama menegaskan kalau keduanya bukan bahasa pemrograman, tapi cara membuat mobile apps itu sendiri. Buat yang belum paham, coba kami definisikan dulu ya.
Jadi apa sih yang dimaksud para developers ketika bicara soal dua hal ini?
Mr. Asad The Explorer, Definite’s mobile app developer. ☝🏻🤓
“Lebih ke cara membuat mobile apps itu. Native itu sebenarnya buat masing-masing OS (iOS or Android), beda-beda ya. Jadi kalau Android, officialnya itu sekarang Java dan Kotlin, sedangkan untuk iOS ada Swift. Nah, untuk react native sendiri itu masuknya ke cara membuat mobile apps secara hybrid karena menggunakan teknologi berbasis web,” kata Asad.
Simpelnya, ketika developer ngomong native app development, itu maksudnya membuat aplikasi dengan tools yang disediakan Apple sebagai yang punya iOS dan Google sebagai yang punya Android. Dua-duanya pasti didesain sedemikian rupa untuk bisa bekerja dengan optimal di platform masing-masing. Toh, mereka juga ingin OS-nya diisi sama aplikasi-aplikasi yang berkualitas supaya konsumen lebih tertarik untuk menggunakannya, kan.
Sementara, react native itu framework mobile app open-source yang dibuat oleh Facebook dan sifatnya lebih cross-platform. Framework ini bisa dipakai buat develop aplikasi yang mirip sama native untuk Android dan iOS dengan menggunakan react, yaitu library javascript yang dipakai untuk membangun user interface. Jadi logis kan namanya? React native–aplikasi react dengan kemampuan native. Begitu bukan, Mas Asad?
“Iya benar, yang dipakai itu base-nya dari bahasa pemrograman javascript, yang sudah dikembangin ke nodeJS dan reactJS,” kata Asad.
Oke, oke, sebelum terlalu teknis, apa keuntungan dan kekurangan masing-masing?
Menurut Asad, ketika men-develop native apps, penyelesaian masalah-masalah yang mungkin muncul di-support langsung oleh masing-masing OS. Jadi soal problem-solving, native bisa lebih cepat. Yang jadi masalah adalah mobile app development dengan cara ini lebih mahal dan lama karena masing-masing OS butuh “kodingan” sendiri. Jadi jatuhnya antara kerja berkali-kali atau nge-hire lebih banyak developer kalau pakai cara ini.
Sementara itu, cara hybrid seperti react native cukup satu projek bisa digunakan untuk banyak OS, walaupun memang ada beberapa setting yang di-handle masing-masing OS. Jadi secara efisiensi, react native lebih hemat dan lebih cepat karena kerja utamanya cuma satu kali, tapi soal problem-solving bisa makan waktu lebih lama karena bergantung dari community framework tersebut. Untungnya, sekarang ini react native lagi naik daun dan komunitasnya makin banyak tiap harinya, jadi sebenarnya ini nggak perlu dikhawatirkan.
Definite sendiri juga udah lumayan banyak bikin aplikasi pakai framework-nya react native. Kalau di luaran sana, contoh aplikasi ngetop yang pakai react native antara lain ada Facebook Ads Manager, AirBnB, Discord, Soundcloud, Walmart, Pinterest, Instagram, DiscoveryVR, Skype, Adidas Glitch, dan Bloomberg.
Singkatnya, native apps lebih mahal tapi bisa disesuaikan dengan lebih spesifik dengan platform masing-masing. Sementara react native lebih murah dan efisien tapi harus develop dengan pertimbangan penerapan di multiple platform. Jadi sifatnya lebih general dan terbatas.
Pros and cons of Native vs React Native
Berarti mana yang lebih oke, native atau react native? Kok nggak ada kesimpulan yang jelas? Tenang…
Managing Director kami, Pak Dimas Harya, bilang pertimbangan milih antara kedua framework itu tergantung sama kebutuhan Anda sebagai klien. Dua-duanya sama-sama bisa ngehasilin aplikasi yang bagus banget kok ketika udah tau fitur apa yang sebenarnya dibutuhkan.
“Kami akan lihat kebutuhannya seperti apa. Kami juga nggak mau kan (kalau) sebetulnya ini bisa pakai react native, bisa lebih cost-friendly dan time effective, tapi kami malah pakai native yang prosesnya lebih panjang dan biayanya lebih mahal. Karena tujuan kami memperbesar bisnis Anda, (dan) gimana customer bisa lebih happy pakai service Anda,” kata Pak Dimas.
Pertimbangannya apa sih Pak Dim?
Tentunya ada banyak pertimbangan dalam mobile app development, tapi salah satu contohnya nih, misalnya Anda mau menggunakan teknologi augmented reality iPhone yang udah canggih banget, tentunya Anda mesti pakai native apps. Tapi kalau Anda butuh aplikasi yang sifatnya lebih general dan ingin mencapai lebih banyak user seperti e-commerce, kami bisa pakai react native supaya lebih efisien dalam proses pengembangannya.
“Dengan react native kami bisa bikin satu aplikasi untuk semua, jadinya lebih hemat dan nggak lama. Ini standar global dan sekarang udah (mulai) banyak yang pakai.” Kata Pak Dimas.
Kami nggak akan langsung berasumsi framework mana yang lebih oke untuk aplikasi Anda, tapi pastinya akan kami teliti dulu. Bahkan setelah diskusi, bisa jadi jawabannya Anda sebenarnya nggak butuh mobile apps dan kami punya cara yang jauh lebih menguntungkan buat Anda sebagai klien. Who knows? Mau native atau react native, itu cuma dua dari banyak tools yang bisa kami pakai untuk memenuhi kepentingan bisnis Anda. Dan kami punya 10 tahun pengalaman memberikan yang terbaik buat klien.
Kalau analoginya Pak Dimas, “Ibaratnya sama kayak barbershop. Semua pakai gunting. Anda juga di rumah pakai gunting. Tapi Anda pilih ke barbershop karena pengalamannya. Dia tau rambut begini butuh apa, muka begini cocok dengan model rambut seperti apa. Bukan guntingnya, tapi orang yang pegang gunting tersebut.”
“Kami fokus ke user Anda. Kalau Anda bilang butuh aplikasi e-commerce, kami akan lihat apa betul itu jawabannya? Kami (punya) pengalaman pegang berbagai bisnis jadi tahu apa yang sebenarnya dibutuhkan untuk bisnis Anda. Ditambah lagi kami pasti cek sampel interview dari consumer, atau bahkan potential consumer, sebenarnya apa yang mereka perlukan. Jadi di Definite itu kami nggak serta merta buatkan, kami cek dulu kebutuhannya apa. Kita gali why-nya.”
Simon Sinek’s Golden Circle
Gali why-nya. Buat kami, untuk tau every detail of the problems itu penting banget!
Kesimpulannya?
Nggak usah bingung kalau Anda masih bertanya-tanya mana yang lebih oke antara native dan react native. Soalnya, kita bisa menyatukan pemahaman saat duduk bareng untuk cari tahu aplikasi apa yang sebenarnya Anda butuhkan. Janji deh, kami bisa kasih jawabannya kalau udah tau kebutuhan bisnis Anda. Ditunggu di basecamp kami ya!
Credits:
Resources: Asadurrohman Ayub, Mobile App Developer, DEFINITE & Harya Dimas, Managing Director, DEFINITE
Writer: Rinaldy Sofwan