Interested in what we do?
Let’s have a talk, and see how together we can take your brand to the next level.
Dengan perkembangan teknologi informasi, terutama popularitas perangkat seluler yang luar biasa, penggunaan dan perbedaan antara pendekatan responsive design dan adaptive design semakin mendapat perhatian orang-orang di industri desain web.
Salah satu perdebatan terbesar dalam dunia website development dan design dari dulu, terutama semenjak munculnya perangkat seluler, adalah apakah Anda harus memilih untuk mengembangkan website dengan pendekatan responsive web design (RWD) atau adaptive web design (AWD).
Kalau konsep adaptive web design sendiri mulai diperkenalkan pada tahun 2011 oleh web designer Aaron Gustafson dalam bukunya Adaptive Web Design: Crafting Rich Experiences With Progressive Enhancement. Pendekatan yang satu ini langsung jadi sorotan bagi pengembang web dan desainer web. Apalagi setelah beberapa tahun sebelumnya dari 2004, pendekatan yang dikenal cuma responsive web design.
Masalahnya, dengan banyaknya perangkat seluler dan ukuran layar yang berbeda-beda sekarang ini jadi tantangan tersendiri buat desainer web dan aplikasi. Bayangin aja, dari monitor besar sampe jam smartwatch, bisa digunain buat akses informasi secara online. Dari situ, desainer yang ingin menjembatani kesenjangan antar medium atau perangkat tersebut punya dua opsi pendekatan nih: responsive website atau adaptive website.
Untuk Anda para penggiat website, pasti sudah familiar dengan analogi jadul yang satu ini. “Jadikan konten itu ibarat seperti air. Ketika menempati sebuah tempat berupa cangkir, air akan berbentuk cangkir. Ketika menempati sebuah botol, air akan berbentuk botol. Dan ketika menempati sebuah teko, air akan berbentuk teko.”
Antara web design responsive dan web design adaptive memiliki perbedaan yang mungkin dianggap samar kalau Anda belum terlalu berpengalaman dalam mendesain website, tapi keduanya punya perbedaan yang jelas kok waktu Anda melihatnya lebih dekat dan mendalam.
Dimulai dari perbedaan dari segi tata letak dan ruang. Responsive web design merespon perubahan lebar browser dengan menyesuaikan penempatan elemen desain agar sesuai dengan ruang yang tersedia. Prinsip dari cara membuat responsive web design ini adalah bagaimana sebuah konten bergerak dinamis mengatur dirinya sendiri secara optimal untuk setiap jendela browser. Pada medium ponsel pun, proses ini justru langsung otomatis karena website memeriksa ruang yang tersedia dan kemudian menampilkan dirinya dalam pengaturan ideal.
Sedangkan adaptive web design punya berbagai ukuran tata letak yang tetap. Misalnya ketika website mendeteksi ruang layar yang tersedia, maka website akan memilihkan pengaturan tata layar yang tepat pada perangkat Anda. Dalam adaptive web design, perubahan ukuran browser juga nggak akan berpengaruh pada perubahan layout layar, karena udah jadi hal yang lumrah dalam web design yang satu ini, seorang desainer mengembangkan 6 lebar layar yang paling umum yaitu 320, 480, 760, 960, 1200, 1600 pixel, dan akan terus berkembang sesuai dengan resolusi layar yang dikembangkan para produsen perangkat mobile.
Terus kalo udah tau cara kerjanya, jadi pendekatan mana yang lebih oke? Eits, bentar dulu, masih rada panjang nih pembahasannya. He he he
Responsive design memang harus diakui lebih mudah dan membutuhkan lebih sedikit usaha untuk diterapkan. Selain itu, pendekatan ini memberikan sedikit kendali atas desain Anda pada setiap ukuran layar. Jadi nggak heran juga kalau metode ini jadi yang paling disukai untuk bikin website.
Dalam pengerjaannya pun, responsive web designer biasanya menyiapkan desain tunggal untuk digunakan di semua layar dan menggunakan kueri media demi penyesuaian apa yang akan dibuat untuk skala resolusi yang lebih rendah dan lebih tinggi. Hal ini cenderung membuat user nyaman saat mengaksesnya, karena desain web yang sudah dikenal dapat diterjemahkan ke layar perangkat apa pun. Ingat, keseragaman dan kelancaran adalah salah satu faktor yang penting banget buat ngasih user experience yang baik.
Di sisi lain, adaptive web design (secara teoritis) ngasih user experience terbaik sesuai dengan perangkat apa pun yang digunakan user. Nggak seperti responsive design, di mana layar “mengalir” dari desain desktop ke perangkat yang lebih kecil, adaptive design menawarkan solusi yang dibuat khusus. Seperti namanya, pendekatan ini beradaptasi dengan kebutuhan dan kemampuan situasional si user. Makanya, kekuatan desain adaptif itu berasa lebih relevan dengan user experience kekinian, sedangkan desain responsif menunjukkan pendekatan yang lebih berpusat pada layar desktop.
Keuntungan lainnya disebutkan dari salah satu penelitian yang menunjukkan bahwa brand dengan adaptive website biasanya tercatat 2-3 kali lebih cepat dan memberikan user data yang lebih sedikit sehingga bisa memberikan user experience yang lebih memuaskan jika dibandingkan dengan brand yang menggunakan responsive website.
Di balik keunggulannya, adaptive design membuat user seakan digantung khususnya untuk user tablet atau notebook, karena desainer adaptif hanya melayani user desktop dan smartphone. Oleh karena itu, penting banget buat ngasih tautan agar user dapat beralih antar versi dengan mudah.
Biar lebih sederhana, coba cek tabel di bawah ini yang menjelaskan kelebihan dan kekurangan responsive web design dan adaptive web design sehingga bisa menjadi pertimbangan untuk Anda memilih pendekatan yang tepat dalam merancang sebuah website.
Mengenai responsive web design dan adaptive web design, Mas Adhit sebagai Head of Tech-nya Definite punya pendapat sendiri nih. Menurut beliau, responsive web design punya development yang lebih cepat karena cuma perlu menggunakan layout yang sama dengan desktop. Tapi tetap ada kekurangannya juga. Dikarenakan dia menggunakan layout yang sama dengan desktop, load speed-nya jadi bakal lebih berat karena asetnya dibagikan dengan aset desktop.
Kebalikannya dari responsive web design, menurut Mas Adhit, development dari adaptive web design justru lebih lama, karena harus men-develop masing-masing halaman khusus untuk mobile. Keuntungannya adalah load speed yang bakalan terasa lebih cepat karena semua asetnya dikhususkan hanya untuk adaptive, seperti yang sering dipakai untuk halaman website produk.
Mas Abi, sang UX Designer di Definite, juga setuju dengan apa yang dibilang sama Mas Adhit. Kalau pendapat Mas Abi sendiri, pendekatan adaptive web design emang lebih cocok dipakai buat website yang punya roadmap sebagai produk dengan harapan interface, dan intractability-nya punya behaviour seperti menggunakan mobile app. “Dengan mengaplikasikan AWD, saat launch versi mobile app, user akan secara native menggunakannya karena dalam versi AWD pada browser punya kemiripannya sangat tinggi,” kata Mas Abi.
Untuk mendesain sebuah website pun Mas Abi punya preferensi sendiri dan responsive web design adalah jawabannya. Karena menurutnya, developing menggunakan pendekatan RWD lebih feasible dikarenakan fleksibilitas dari multiple layout dan dapat lebih fokus ke ukuran spesifik yang memiliki market share lebih besar. Misalnya, dimensi untuk desktop itu 1440×900 dan untuk mobile menargetkan dimensi 375×812. Dengan begitu, eksplorasinya (baik itu desain maupun interaksi) bisa lebih leluasa juga.
Secara teoritis, sebenarnya nggak ada perbedaan besar antara responsive web design dan adaptive web design. Tapi tata letak pendekatan responsif lebih baik daripada tata letak adaptif. Hal lainnya adalah adaptive design dapat membuat desain Anda lebih mudah dikelola karena Anda hanya perlu mempertimbangkan beberapa faktor seperti meta tags, HTML structure, dan media queries. Sedangkan jika dilihat secara praktis, banyak masalah pada responsive web design saat diaplikasikan, mulai dari urusan navigasi, proses loading yang begitu lama hingga bentuk gambar yang membengkak.
Sementara itu adaptive design dapat lebih mudah diimplementasikan dan diuji karena waktu pemuatan konten lebih cepat karena pendekatan adaptive web design hanya mentransfer aset yang diperlukan untuk perangkat yang digunakan user sehingga gambar bisa optimal berdasarkan resolusi dan ukuran perangkat user di setiap lokasi dan tingkat kualitas koneksinya.
Memilih antara desain yang responsif dan adaptif butuh pertimbangan cermat. Meskipun, adalah pilihan bijaksana untuk memilih desain responsif demi berbagai faktor; mulai dari menghemat biaya, meningkatkan SEO, dan menjaga konten untuk user dengan pengalaman yang mulus antar perangkat.
Bukan berarti desain adaptif itu jelek. Anda tetap bisa memakai desain adaptif kok (tergantung penyesuaian kebutuhan user di lapangan aja). Oleh karena itu, sangat penting untuk memperhatikan berbagai perubahan, tren, dan kebiasaan user dari waktu ke waktu. Kalau kata Charles Darwin, seseorang yang bertahan hidup bukanlah yang terkuat atau terpintar, tetapi yang paling mudah beradaptasi terhadap perubahan.
Kuncinya adalah prioritaskan audiens Anda terlebih dahulu dan jangan cepat memutuskan teknik desain apa yang akan Anda adopsi. Setelah Anda mengetahui secara pasti siapa audiens Anda, perangkat apa yang cenderung mereka gunakan untuk mengakses website, maka akan lebih gampang untuk mendesain dengan mempertimbangkan hal tata letak, konten, dan sebagainya hingga memutuskan apakah memakai pendekatan responsif atau adaptif.
Di zaman serba digital kayak sekarang ini, keberadaan website adalah sebuah keharusan bagi pelaku bisnis. Makanya, daripada repot sendiri, mending percayakan kebutuhan website Anda, mau apa pun itu pendekatannya, kepada kami aja, Definite, digital agency. Mulai dari merancang dari awal sampai revamp/redesign website yang sudah ada.
Para ‘arsitek website’ kami dengan berbagai pengalaman dan portofolio lintas industri, siap bantuin Anda men-develop website yang merepresentasikan brand value dan membawa brand Anda to the next level dari pencapaian sebelumnya. Kalau mau konsultasi lebih lanjut tentang responsive web design dan adaptive web design, jangan ragu untuk say hello dan menceritakan keluh kesah Anda kepada kami, yes!
Resources: Adhitia Darmawan, Head of Tech Definite Abianto Wibisono, UX Designer Definite https://www.uxpin.com/studioblog/responsive-vs-adaptive-design-whats-best-choice-designers/ Writer: Rizki Wardhana